Refleksi Video Pembelajaran Youtube by Prof. Marsigit, M.A

Bismilaahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirabbilalamin.

Ini adalah pertemuan pertama kami dalam perkuliahan Filsafat Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Perkuliahan ini dilaksanakan secara perdana pada tanggal 30 Agustus 2021.

Tugas pertama kami dalam perkuliahan ini adalah menonton dan melakukan refleksi tehadap video pembelajaran yang ditampilkan oleh dosen pengampuh mata kuliah ini, yaitu Bapak Prof. Dr. Marsigit, M.A. Adapun video tersbut dapat dilihat disini.

Ada dua paradigma filsafat yang dikenal saat ini, yaitu filsafat yang pernah dipikirkan oleh para filsuf terdahulu dan paradigma modern yang berkembang pada zaman sekarang ini. Meskipun keduanya tampak berbeda, namun tidak perlu dipertentangkan karena keduanya bersandar pada asumsinya masing-masing. Setiap paradigma memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing.

Keputusan atau klaim bahwa salah satu dari keduanya adalah paling benar hanya jika seseorang benar-benar telah mempelajari filsafat secara baik dan benar. Hal ini dikarenakan bahwa paradigma yang dianggap paling benar bisa menjadi yang paling salah, dan begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, kita perlu berfilsafat agar mampu berpikir secara bijaksana bahwa tidak ada pikiran manusia yang sempurna benarnya. Kedua paradigma yang bertentangan ini di atas adalah aliran Rasionalisme dan aliran Empirisme.

Rasionalisme merupakan aliran filsafat yang dianut oleh salah seorang filsuf yang terkenal, yaitu Rene Descartes. Ia menganggap bahwa hidup yang kita jalani saat ini merupakan sesuatu yang sudah dipilih dan telah menjadi takdir yang bersifat tetap dan tidak berubah. Oleh karana adanya kepercayaan terhadap takdir ini menjadikan penganut paradigma ini meyakini spiritualisme sekaligus yang paling menonjol dari aliran ini. Kepercayaan pada kuasa Tuhan akan hal yang terjadi pada manusia menjadikan penganutnya percaya bahwa ada sebab dari segala sebab setiap hal yang terjadi di dunia ini (Causa Prima).

Selanjutnya Descartes mengemukakan bahwa, untuk mencapai kebenaran-kebenaran yang mutlak itu harus ada yang menjamin. Yang menjamin itu dikatakannya adalah Tuhan. Menurut Tuhan adalah idea tentang makhluk hidup yang sempurna, dan hal itu sudah mutlak baginya. Kalau Tuhan berdusta maka itu bukan makhluk yang sempurna. Untuk mencari kebenaran yang di kemukakan oleh tuhan itu. Kita mencari dengan akal kita, dan kebenaran itu akan kita kemukakan sebagai idea-idea yang tegas. Akan tetapi Descartes tidak dapat membuktikan dari mana kita ketahui bahwa tuhan itu tidak berdusta atau makhluk sempurna.

Descartes mengungkapkan bahwa sebenar-benar ilmu haruslah berdasarkan pada rasio (pikiran), di mana ilmu itu siftnya tetap sesuai identitsnya (A=A), hal ini berdasarkan pemikiran logis, coheren, analitik, konsisten, aksioma, yang menghasilkan theorema dan hukum. Sehingga menurut aliran ini, ilmu dapat difahami hanya dengan rasionalisme (walau belum melihat) atau yang biasa disebut dengan A Priori.

Lawan dari Descartes yaitu aliran yang dipelopori oleh D.Hume yang menyatakan bahwa mau berpikir bagaimana pun juga, kalau belum punya pengalaman tidak ada artinya, karena sebenar-benar ilmu harus berdasarkan pengalaman atau yang biasa dikenal dengan sintetik, A Posteriori.

Keputusan yang ditetapkan selalu bisa diambil secara aposteori berdasarkan sintesis pemikiran dan temuan-temuan yang bersifat empiris. A tidak sama dengan A maka setiap hal dalam kehidupan ini adalah kontradiksi untuk menemukan kebenaran yang selalu bersifat baru (novelty) dalam perjalanannya.